31 Januari 2013

Kisah Seorang Pengayuh Becak


Bai Fang Li, pengayuh becak dari Tianjin, China, tinggal di gubuk tua, di lingkungan kumuh tempat para pengayuh becak dan pemulung tinggal.

Tak ada perabotan berharga di rumahnya. Ia hanya punya satu piring dan satu gelas kaleng sebagai alat makan. Ia tidur beralaskan karpet lama dengan selembar selimut tua sebagai penghangat, dan hanya diterangi lampu minyak.

Penghasilan Bai sebenarnya dapat membuatnya hidup lebih layak. Namun, sejak usia 74, ia menyumbangkan sebagian besar penghasilannya ke sebuah panti asuhan di Tianjin, yang menampung 300 anak dan mengelola sekolah untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu.

Ketika pada umur 91 tahun ia tak sanggup lagi mengayuh becak, Bai telah menyumbangkan uang sebesar 350.000 yuan (Rp 472.500.000)! Meski tak berlimpah harta, ia memutuskan untuk tidak memikirkan diri sendiri dan berani memberi.

Peresmian patung dada Bai Fang Li untuk mengenang jasanya.

Bila manusia hanya memikirkan diri sendiri, berarti ia sedang mengikuti hikmatnya sendiri. Dari situ, bisa timbul kekacauan dan kejahatan. Bagaimana tidak? Kerap karena mengejar keinginan sendiri, manusia lantas menghalalkan segala cara. Padahal, keinginan adalah sesuatu yang tak pernah dapat terpuaskan.

Hikmat yang dari atas (dari Tuhan) berkebalikan dengan itu. Jika Tuhan berdiam di dalam diri kita, Dia akan mengubah cara kita mengingini sesuatu.

Tuhan akan menolong kita untuk berhenti menyenangkan diri sendiri, serta bertumbuh semakin dewasa dengan menyenangkan Tuhan dan melayani sesama. —Agustina Wijayani

Keegoisan tak pernah dapat dipuaskan. Hanya bersama Tuhan hidup kita dipenuhkan.

* * *

Sumber: e-RH, 31/1/2013 (diedit seperlunya)

Judul asli: Bai Fang Li

==========

28 Januari 2013

Ditemukan Karena Mirip


Kami kehilangan kontak dengan seorang saudara laki-laki kami selama 15 tahun. Berita terakhir yang kami dapat, ia berada di sebuah kota di Kalimantan Selatan, telah menikah dengan wanita setempat, serta telah berganti agama dan identitas.

Pada pertengahan 2011, dua abang saya (salah satunya seorang angota TNI) mencarinya, tanpa alamat.

Mereka bertanya kepada para kepala desa, ketua-ketua RT dan RW, tetapi tidak ada yang tahu. Mereka mencari komunitas-komunitas suku Batak, tetapi tidak mendapatkan informasi yang berarti. Setelah semua cara dilakukan, mereka menyerah, dan bersiap pulang dengan tangan hampa.

Ketika sepeda motor mereka berhenti di tepi jalan, seorang pemuda mendekati mereka dan bertanya, "Bapak kok mirip sekali dengan abang yang di sana itu?" Lalu mereka mengikuti pemuda itu ke sebuah daerah perkebunan yang cukup jauh. Puji Tuhan, mereka menemukan abang saya.


Cara Tuhan sering kali tak terduga dan berbeda dari pemikiran kita, namun tetap yang terbaik.

Dalam kisah Naaman di Perjanjian Lama, Naaman mendatangi Nabi Elisa agar disembuhkan dari sakit kustanya. Ia sudah memiliki konsep tersendiri tentang bagaimana nabi Allah itu akan mengatasi masalahnya.

Lalu ia disuruh mandi tujuh kali ke dalam sungai Yordan. Hanya itu, namun ia menolaknya. Cara Tuhan itu sama sekali lain dari bayangannya semula.

Berkat nasihat bijak para pegawainya, akhirnya ia taat. Hasilnya, ia pun sembuh.

Manusia sering kali mengambil peran Tuhan dalam melakukan sesuatu. Mereka membatasi Tuhan sehingga akhirnya gagal melihat-Nya berkarya.

Bersikap terbukalah kepada-Nya dan taatilah Dia, maka Anda akan terpesona akan Dia. —Heman Elia

* * *

Sumber: e-RH, 28/1/2013 (diedit seperlunya)

Judul asli: Karena Mirip

==========

Artikel Terbaru Blog Ini