13 Maret 2007

Kemurahan di Tengah Penderitaan

Banjir besar kembali melanda Jakarta awal Februari 2007. Kali ini jauh lebih dahsyat daripada banjir serupa lima tahun sebelumnya. Di tengah penderitaan begitu banyak orang, ada seseorang yang bersedia membuka rumahnya untuk menampung sekitar 80 pengungsi korban banjir. Ia adalah Ulf Samuelsson, Wakil Duta Besar Swedia untuk Indonesia.

Para pengungsi itu adalah tetangganya, penduduk kampung di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Ternyata, di balik deretan rumah besar nan asri serta kafe-kafe elite di kawasan itu, tersembunyi perkampungan sederhana yang padat di tepi Kali Krukut. Banjir besar 2007 nyaris menenggelamkan perkampungan itu.

Diplomat muda berusia 32 tahun itu mengaku tidak punya alasan khusus ketika memutuskan untuk membuka rumahnya. Ia berkata, "Kenapa tidak? Rumah saya lebih tinggi, kering, ada ruang cukup luas, ada kamar mandi, ada dapur untuk masak. Dan tetangga saya kebanjiran."

Kamis, 1 Februari 2007 malam menjadi momen yang tak terlupakan dalam hidupnya. Ketika pulang ke rumah sekitar pukul 23.00, Ulf menyaksikan jalan kecil di depan rumahnya telah berubah menjadi sungai yang berarus deras. Di tengah deraian hujan, penduduk kampung berlarian kalang kabut sambil menggendong anak kecil dan membawa barang sekenanya.

Tanpa berpikir panjang, Ulf segera mempersilakan mereka untuk masuk ke rumahnya. Ibu Ida, seorang tetangganya yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga di rumah itu, langsung bertugas sebagai koordinator pengungsi.

"Tapi saya malu juga waktu itu. Ternyata saya enggak punya makanan. Enggak punya apa-apa. Ya, saya tinggal sendiri, sering makan di luar atau beli bakso yang lewat saja," ujar Ulf yang masih membujang itu.

Menurut Bu Ida, malam itu Ulf lalu membelikan mi instan dan air minum kemasan. Tak hanya seluruh ruang pribadinya yang dibuka lebar-lebar bagi para pengungsi. Tumpukan pakaian di lemarinya, selimut, hingga seluruh handuknya pun diserahkan kepada para pengungsi. Sampai-sampai Ulf sendiri sempat tak punya handuk untuk dirinya.

Jumat, 2 Februari 2007, sekitar pukul 04.00, barulah Ulf tertidur setelah mengemong anak-anak para pengungsi dengan membacakan cerita The Hobbit dalam bahasa Indonesia. "Saya pikir mereka perlu ditenangkan waktu itu," ujar sarjana Ilmu Politik dari Universitas Uppsala di Swedia yang fasih berbahasa Indonesia itu.

Sumber: Kompas, 20 Februari 2007, hlm. 16

Artikel Terbaru Blog Ini